BELAJAR FILSAFAT BAGIAN 1
Oleh : Louis Osgood Kattsoff
Jika seorang budak dipukul
badannya, setidaknya, ia akan sembuh walau dalam jangka waktu tertentu. Jika seorang
budak diminta mengerjakan sesuatu hal, ia akan mengeluarkan tenaganya. Inilah perbudakan
ragawi. Setidaknya ia bebas berpikir dan mengutarakan pikirannya.
Namun jika seorang warga negara
tidak diperbolehkan menyampaikan kritik kepada pemerintah, bahkan pikirannya
dicuci dengan paksa hingga ia tidak lagi memiliki pikiran-pikiran rasional,
maka ini disebut perbudakan akali. Akalnya dihancurkan, akalnya dipenjara,
akalnya disiksa, hingga mati rasa. Ia tidak bebas berpikir, karena pikirannya
telah dikerdilkan hingga ia tidak mampu lagi mencapai aktualisasi berpikir.
Perbudakan akali jauh lebih kejam
daripada perbudakan ragawi.
A. Apakah Itu Sebenarnya Filsafat?
Banyak orang berusaha belajar
filsafat dengan bersusah-payah. Namun banyak juga yang pada akhirnya kecewa
karena belajar filsafat. Mari kita ibaratkan dengan tukang roti yang sedang
membuat roti. Jika dianalogikan, maka ilmu filsafat bukanlah kegiatan membuat
roti, namun lebih kepada kegiatan menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan untuk
memasak roti. Jika anda mencari jawaban akhir mengenai hidup ini dengan belajar
filsafat, maka hasilnya sangat mengecewakan. Filsafat adalah sebuah sistem
berpikir yang kita sendiri dapat merancangnya. Tentu saja hal ini dapat
membantu kita memecahkan berbagai persoalan hidup yang kita hadapi. Filsafat
membantu kita untuk berpikir nalar secara lurus dan baik, memurnikan segala
pikiran kita, membuat pikiran kita menjadi seolah-olah seperti anak kecil yang
baru terlahir ke dunia ini tanpa embel-embel apapun.
Secara sederhana, tujuan filsafat
adalah mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin yang dihasilkan oleh ide-ide
manusia, lalu kemudian menilai atau mengkritisi pengetahuan itu, menemukan
hakikatnya, dan mengembangkannya dalam bentuk pola berpikir yang sistematis dan
runtut. Oleh sebab itu filsafat menggiring kita kepada pemahaman hidup.
Filsafat menyadarkan kita sehingga kita siap dalam bertindak dan berperilaku
sesuai dengan pencapaian hakikat hidup.
Tahun 399 sebelum masehi, tokoh
besar filsafat Yunani akan mendapati dirinya masuk pengadilan. Ia adalah
Socrates. Socrates divonis hukuman mati karena ia dituduh merusak jiwa anak
muda di Athena, Yunani. Semenjak anak-anak muda belajar kepada Socrates, mereka
lantas menjadi pribadi-pribadi yang sangat kritis terhadap segala macam aspek
kehidupan, termasuk kehidupan beragama. Anak-anak muda Athena mulai
mempertanyakan tentang dewa-dewi dan berbagai konsep ketuhanan lainnya.
Orangtua yang merasa keberatan kemudian mengajukan Socrates kepada pengadilan.
Pengadilan kemudian memberikan vonis hukuman mati kepada Socrates dengan cara
memberinya minuman beracun.
Namun Socrates memiliki banyak teman-teman yang keluarganya sangat berpengaruh di bidang politik. Mereka meyakini bahwa Socrates tidak layak mendapat hukuman sekejam itu. Oleh karena itu mereka bersedia menyuap penjaga penjara dengan uang yang besar agar dapat membiarkan Socrates melarikan diri. Mereka juga bersedia membantu Socrates dengan biaya hidup di tanah pengasingan. Bagi manusia pada umumnya, tentu ini adalah kesempatan besar. Namun tidak bagi Socrates. Ia tidak akan menerima tawaran teman-temannya itu sebelum mereka mampu meyakinkan dirinya bahwa perbuatan melarikan diri dari jeratan hukum adalah sesuatu yang layak atau tidak. Maka ia duduk bersama teman-temannya dan mulai membicarakan beberapa kemungkinan baik buruknya jika ia melarikan diri. Terjadilah adu argumentasi disitu. Teman-temannya mulai memberikan alasan-alasan yang masuk akal mengenai kabur dari penjara. Namun Socrates juga memberikan alasan-alasan yang tidak menyetujui rencana ini.
Pada akhirnya,
teman-temannya kalah dalam argumentasi ini. Mereka memutuskan untuk tidak
membantu Socrates melarikan diri dari penjara. Maka Socrates tetap di penjara,
sampai hukuman mati mendatanginya, dengan meminum racun. Walau Socrates juga
ingin menghirup kebebasan, namun ia tetap tidak mau menerima kebebasan jika
kebebasan itu didapatkan dengan cara yang pada akhirnya justru mengurung
kebebasannya, yaitu menjadi buronan.
Maka, filsafat adalah suatu
analisa secara hati-hati terhadap penalaran mengenai suatu masalah, yang
disusun secara sistematis agar menghasilkan sudut pandang yang menjadi dasar
suatu tindakan atau perilaku. Kegiatan filsafat adalah kegiatan berpikir atau
merenung. Berpikir yang dimaksud adalah meragukan segala sesuatu, mengajukan berbagai
pertanyaan, menghubungkan ide-ide antara satu dengan yang lainnya. Pertanyaan mendasar
adalah “Mengapa?” dan “Bagaimana?” serta “Apakah ini?”. Filsafat sebagai permenungan berusaha untuk menjelaskan
dan meruntutkan akan keadaan memadainya suatu pengetahuan agar kita dapat
memperoleh pemahaman.
Ada sebuah cerita seorang Filsuf yang pergi kepada dokter untuk memeriksakan kesehatannya. Filsuf berkata kepada dokter,
“Sepertinya saya tidak akan pernah bisa menjadi dokter yang baik, karena derita orang sakit membuat saya sedih dan gundah”.
Dokter membalasnya, “Anda seorang Filsuf, anda harus memandang segala sesuatu dari segi kefilsafatan”.
Dokter berusaha menjelaskan bahwa kita tidak seharusnya mengkhawatirkan segala sesuatu, melainkan terimalah segala sesuatu sesuai dengan apa yang harus diterima. Kita analogikan seperti sebuah buku. Sebuah buku memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai bagi setiap orang yang membacanya. Namun jika maju misalnya seratus tahun kedepan, siapa orang yang akan memperhatikan anda bahwa anda membaca buku itu atau tidak?
Tentu tidak ada orang yang
memperhitungkan siapa saja manusia yang membaca buku itu, namun ilmu dalam buku
itulah yang akan diperhitungkan sampai beratus bahkan beribu tahun lamanya.
Secara umum seorang Filsuf dianggap sebagai orang yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang keabadian pikiran. Oleh karena itu mereka menemukan kenyataan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan manusia itu tidak ada pentingnya. Maka Filsuf dianggap sebagai orang yang memandang manusia sebagai sesuatu yang tidak berarti, oleh karena itu mereka terkesan acuh tak acuh terhadap segala masalah dan situasi. Sebenarnya orang-orang yang menilai Filsuf seperti ini adalah mereka yang secara khusus memandang filsafat hanya dari segi teori.
Kegiatan filsafat adalah berpikir dan merenung, tapi bukan melamun. Kegiatan filsafat juga bukan asal berpikir untung-untungan. Merenung filsafat adalah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup ini, maupun untuk memahami diri kita sendiri. Merenung filsafat adalah bertanya secara kritis kepada diri sendiri. Perenungan filsafat adalah sejenis percakapan yang dilakukan dengan diri sendiri atau dengan orang lain. Itu sebabnya seorang Filsuf selalu berhubungan dengan polemik, lebih menaruh perhatian kepada merusak dan menentang pemikiran umum daripada membangun pikiran.
Pemikiran filsafat berarti mencoba untuk menguji pengalaman, kenyataan empiris, dan akal menjadi sebuah kesatuan yang dapat diambil kesimpulannya. Sebagai contoh, ada pandangan filsafat yang mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh hanya melalui pengalaman saja, ini disebut empirisisme. Sementara yang lain mengatakan bahwa pengetahuan didapat melalui akal pikiran, ini disebut rasionalisme. Kedua pemikiran ini dapat diuraikan secara panjang lebar hingga salah satunya terbukti salah, atau tercapai suatu sintesa. Memang, sebenarnya lebih mudah bersikap kritis dan destruktif daripada bersikap konstruktif secara koheren (berhubungan atau bersangkut paut).
B.
Ciri-Ciri Berpikir Filsafat
Harus memiliki konsep. Merenung filsafat
berarti berusaha untuk menyusun kerangka berpikir yang konsepsional. Konsepsi atau
rencana kerja adalah hasil dari pengalaman-pengalaman tentang hal-hal atau
proses hidup satu per satu. Filsafat merupakan hasil dari “Menjadi” – sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri adalah
seorang pemikir, dan kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir
didalam dunia yang dipikirkannya itu. Maka seorang Filsuf tidak hanya berbicara
tentang dunia yang ada di sekitarnya serta dunia yang ada dalam dirinya
sendiri, tapi juga membicarakan kegiatan berpikir itu sendiri. Maksudnya,
bagaimanakah pemikiran itu mampu membawanya pada kesimpulan yang baik, dan
dengan cara apa agar mencapai kesimpulan yang baik itu.
Saling hubung antara jawaban. Biasanya kesulitan menyangkut pertanyaan yang membutuhkan pemikiran tentang proses berpikir mulai muncul, segera setelah seseorang berusaha untuk menjawab salah satu diantara pertanyaan. Dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran, manusia harus terlebih dahulu menemukan apakah yang dimaksud dengan kenyataan. Sebagai contoh, untuk mengetahui apa itu makna kebijaksanaan (wisdom), manusia harus terlebih dahulu mencari penyelesaian mengenai pertanyaan tentang kemerdekaan berpikir dan berkehendak (free will). Ujungnya mau tidak mau, akan membawa kita kepada pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai susunan kehidupan manusia (ontologi) dan susunan dunia tempat kita hidup ini (kosmologi). Bagaimana mungkin seseorang dikatakan bersifat bijaksana dan merdeka, jika dunia ini sendiri merupakan sebuah sistem yang “sudah tentu” (deterministik)? Bagaimana mungkin seseorang dikatakan bijaksana, jika ia tidak lebih hanyalah sesuatu yang tidak berarti, yang ditentukan oleh hukum-hukum alam yang tetap dan berlaku tidak terputus?
Salah satu metode analisa filsafat yang baik (dan juga yang tertua) adalah dialog. Dialog menggambarkan adanya antarhubungan yang hakiki (substansif) diantara semua pertanyaan yang diajukan. Sebagai contoh jika ada pertanyaan, “Apakah itu keadilan? Mengapa dinamakan keadilan? Mengapa harus ada keadilan? Seberapa penting keadilan? Bagaimana jika keadilan adalah sesuatu yang tidak terlalu penting untuk dipertahankan?”, Socrates dan teman-temannya secara berturut-turut mengemukakan banyak pendapat dan pertanyaan. Dimulai dari hakikat pengetahuan sampai kepada pertanyaan tentang pendidikan dalam masyarakat umum. Semuanya dilakukan dalam bentuk percakapan dan dengan jalan pemikiran yang runtut serta sistematis untuk memikirkan masalah yang terkandung didalam topik mengenai keadilan itu sendiri.



Semoga bermanfaat bagi adik-adik yang tertarik mempelajari filsafat ya
BalasHapus